tiagedhut.blogspot.com - Didalam Al-quran pun diceritakan bahwa Nabi Musa berguru kepada Nabi Hidir As., hal ni memberikan pelajaran kepada kita tentang pentingnya berguru dgn patuh dan taat atas apa yg diperintahkan oleh guru, sabar dan istiqamah dlm mengikutinya.
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yg benar di antara ilmu-ilmu yg telah diajarkan kepadamu?"(Al-Kahfi 66).
Sabda Rosululloh Shollallahu 'Alaihi Wasallam
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيْعٍِ أخْبَرَنَا أبِيْ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ سَالِمٍِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ أنَّهُ اِسْتَأ ْذَنَ النَّبِيَّ صلعم فِى الْعُمْرَةِ فَقَالَ أَيْ أُخَيَّ اَشْرِكْنَا فِى دُعَائِكَ وَلاَ تَنْسَنَا
Menceritakan kepada kami Sofian bin Waki’, mengabarkan kepada kami Bapakku dari Sofian, dari `Ashim bin Ubaidillah, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab pd waktu minta ljin kepada Nabi SAW untk melaksanakan ibadat Umrah, maka Nabi bersabda : Wahai saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan aku, pd waktu engkau berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku. (Hadits ni adlh hadits Hasan Sahih). (HR. Abu Daud dan Turmuzi).
Demikian pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina Ali r.a. menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tak pernah lupa, tetapi selalu teringat kepada Rasulullah pd tiap melaksanakan ibadat bahkan sampai pd waktu di kamar kecil. Rasulullah membenarkan apa yg telah mereka alami itu.
Pengertian Kedudukan mursyid / pemimpin peramalan dlm suatu tarikat menempati posisi penting dan menentukan. Seorang mursyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya dlm kehidupan lahiriah dan pergaulan sehari-hari supaya tak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kedalam maksiat seperti berbuat dosa besar / dosa kecil, tetapi jg memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya melaksanakan kewajiban yg ditetapkan oleh syara’ dan melaksanakan amal-amal sunnah untk bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Disamping memimpin yg bersifat lahiriah tersebut, seorang mursyid adlh jg pemimpin kerohanian bagi murid-muridnya, menuntun dan membawa murid-muridnya kepada tujuan tarikat guna mendapatkan ridla Allah SWT. Oleh sebab itu seorang mursyid pd hakikatnya adlh sahabat rohani yg sangat akrab sekali dgn rohani muridnya yg bersama-sama tak bercerai-cerai, beriring- iringan, berimam-imaman melaksanakan zikrullah dan ibadat lainnya menuju ke hadirat Allah SWT.
Persahabatan itu tak saja semasa hidup di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ni tetap berlanjut sampai ke akhirat, walaupun salah seorang telah mendahului berpulang ke rahmatullah, dan telah sederetan duduknya dgn para wali Allah yg saleh.
As Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dlm bukunya yg terkenal Tanwirul Qulub menjelaskan bahwa seorang murid/salik dlm usahanya menuju ke hadirat Allah SWT yg didahului dgn tobat, membersihkan diri rohani, kemudian mengisinya dgn amal-amal saleh haruslah mempunyai Syekh yg sempurna pd zamannya, yg melaksanakan ketentuan syariat berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadis, dan mengikuti peramalan yg dicontohkan oleh Rasulullah SAW secara berkesinambungan yg diteruskan oleh para ahli silsilah sampai pd zamannya.
Seorang mursyid yg silsilahnya berkesinambungan sampai dgn Nabi Muhammad SAW, haruslah mendapatkan izin / statuta dari mursyid sebelumnya. Dengan demikian seorang mursyid haruslah telah mendapatkan pendidikan yg sempurna, sudah arif billah, seorang wali yg mendapat izin / statuta dari mursyid sebelumnya. Seorang murid/salik yg bertarikat tanpa Syekh maka mursyidnya adlh syetan. (Amin Al Kurdi, 1994 : 353). Artinya : Orang yg tak mempunyai Syekh Mursyid, maka syekh mursyidnya adlh syetan. Mursyid itu bukan wasilah, tapi Mursyid itu adlh pembawa wasilah / hamilul wasilahatau wasilah carrier, menggabungkan wasilah itu kepada wasilah yg telah ada pd rohaniah Rasulullah SAW.
Sebagai pemimpin rohani mursyid mempunyai sifat-sifat kerohanian yg sempurna, bersih dan kehidupan batin yg murni. Mursyid adlh orang yg kuat sekali jiwanya, memiliki segala keutamaan, dan mempunyai kemampuan makrifat. Mursyid merupakan kekasih Tuhan. Secara khusus mendapat berkah daripada-Nya, dan sekaligus menjadi pembawa wasilah dari hamba kepada Tuhannya. Pada dirinya terkumpul makrifat sempurna tentang syariat Tuhan, mengetahui berbagai penyakit rohani dan tahu cara pengobatannya. Sebagai kekasih Allah, Mursyid mendapat anugerah kemampuan untk mendatangkan maunah-maunah / karamah-karamah. Syekh Mursyid dlm melaksanakan tugasnya mempunyai predikat-predikat sesuai dgn tingkat dan bentuk pengajaran yg diberikan kepada murid-muridnya.
Predikat-predikat itu dpt saja terkumpul dlm diri satu orang / ada pd beberapa orang. Predikat itu antara lain :
(1) Syaikh al-Iradah, yaitu tingkat tertinggi dlm tarikat yg iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan bergabung dgn hukum Tuhan, sehingga dari syekh itu / atas pengaruhnya orang yg meminta petunjuk menyerahkan jiwa dan raganya secara total.
(2) Syaikh al-Iqtida’, yaitu guru yg tindak tanduknya sebaiknya ditiru oleh murid, demikian pula perkataan dan perbuatannya seyogyanya diikuti.
(3) Syaikh at-Tabarruk, yaitu guru yg selalu dikunjungi oleh orang-orang yg meminta petunjuk, sehingga berkahnya melimpah kepada mereka.
(4) Syaikh al-Intisab, ialah guru yg atas campur tangan dan sifat kebapakannya, maka orang yg meminta petunjuknya akan beruntung, lantaran bergantung kepadanya. Dalam hubungan ni orang itu akan menjadi khadamnya (pembantunya) yg setia, serta rela menerima berbagai perintahnya yg berkaitan dgn tugas-tugas keduniaan.
(5) Syaikh at- Talqin, adlh guru kerohanian yg membantu tiap individu anggota tarikat dgn berbagai do’a / wirid yg selalu harus diulang-ulang.
(6) Syaikh at-Tarbiyah, adlh guru yg melaksanakan urusan-urusan para pemula dlm suatu lembaga tarikat. Tempat tinggal syekh biasanya disebut Zawiyah, dan di tempat itu dia dibantu oleh para khadam dlm menjalankan tugasnya.
Dalam pandangan ilmu tasawwuf guru mursyid mempunyai peranan besar dlm membentuk manusia ketingkat realisasi tertinggi dlm menempuh perjalanan spiritual, karena dimensi Al-quran telah tertanam dlm dirinya. Hanya saja persoalan ni jarang dikupas dan diteliti karena guru mursyid hanya dimengerti oleh hati yg terbuka dan jiwa yg telah disucikan.
Guru Mursyid sebagai Keharusan Rasional
Ia adlh seorang guru yg mendapatkan Nur Ilahi sehingga ia dpt dikatakan sebagai guru mursyid, dan kata mursyid tersebut dpt diartikan sebagai nur ilahi.
نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ
Cahaya diatas cahaya. Tuhan akan menuntun cahaya-Nya. Siapa yg dikehendaki-Nya (Qs. An-Nur; 35)
Jadi hakikatnya mursyid itu tak berwujud, akan tetapi setelah masuk kedalam rumah wujud barulah ia memiliki wujud. Dan mursyid itu tidaklah banyak, yg banyak adlh badan ragawi yg disinggahi, ibarat pancaran sinar matahari yg masuk ke berbagai lubang sehingga kelihatannya banyak tapi pd hakikatnya hanya satu. Dan untk dpt bermanfaat dlm mendekatkan diri dgn Allah maka nur tersebut harus dimasukkan kedalam jiwa (bukan kedalam akal dan pikiran). Memasukkan Nur Ilahi kedalam diri tentu tidaklah mudah, harus ada metodologinya, dan metodologi tersebut ada dlm tarekatullah yg hak dan harus melalui petunjuk seorang guru yg mursyid, (setelah itu barulah manusia dpt ber-tajalli dgn Tuhan) karena guru mursyid adlh kholifah rosul yg mampu mengajarkan segala sesuatu yg telah diwariskan oleh Rasul yg secara historis dan dlm konteks ilmiah mewarisi Nur Ilahi secara langsung dari Rasulullah saw.
Rasulullah SAW bersabda :
كن مع الله فإن لم تكن مع الله كن مع من مع الله فإنه يصيلك الى الله
Jadikanlah dirimu beserta dgn Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dgn Allah maka jadikanlah dirimu beserta dgn orang yg telah beserta dgn Allah, maka sesungguhnya orang itulah yg menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah (H.R. Abu Daud).
Keutamaan Berguru
Salah satu fungsi dan sifat guru adlh menyebarluaskan bimbingan batin kepada manusia. Ini bukanlah sekedar bimbingan lahir dlm persoalan-persoalan hukum dan syariat, ni adlh posisi (maqom) yg agung dan mulia, yg telah dilimpahkan oleh Allah kepada orang-orang pilihan diantara makhluk-Nya, orang-orang pilihan ni dpt mempengaruhi pemikiran dan kehidupan batin manusia. Mereka menerangi ummat dgn pengetahuan batin dan membantu mereka untk memperhalus jiwa dan perjalanan batinnya, maka menjadi kewajiban manusia untk mengikuti dan menyatukan dirinya dgn mereka melalui bimbingan yg disediakannya, sehingga mencegah manusia agar tak terjerumus kedalam lubang keinginan-keinginan intuitif dan kecenderungan terhadap penyelewengan-penyelewengan batin.
Mursyid adlh orang yg menduduki posisi tertinggi dlm kehidupan spiritual, dan dipercaya untk mengemban tugas pembimbingan spiritual, ia adlh saluran kasih sayang Allah yg mengalir kepadanya berkat pancaran suprasensible (diatas jangkauan indera). Al-quran mengkhususkan kondisi jabatan imam dgn pernyataan;
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yg memberi petunjuk dgn perintah Kami ketika mereka sabar. dan adlh mereka meyakini ayat-ayat kami. (As-Sajdah; 24)
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yg memberi petunjuk dgn perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah, (Al Anbiya; 73)
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا (ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dgn pemimpinnya; dan Barangsiapa yg diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ni akan membaca kitabnya itu, dan mereka tak dianiaya sedikitpun. (Al-Isra ; 71)
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dgn beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tak mengenai orang yg zalim". (Al Baqarah; 124)
Kesimpulannya ayat-ayat tersebut mengidentifikasikan bahwa imamah/khalifah adlh ikatan ilahiyah yg hanya diberikan kepada orang-orang yg dikehendaki oleh Allah yg dlm hal ni keturunan Ibrahim as. Tidak diragukan lagi bahwa hamba Allah yg paling sempurna diantara keturunan Ibrahim as. adlh Nabi Muhammad saw., dan para imam yg ma’sum/mahfudz, sehingga mereka dianggap sebagai imam yg diberi kepercayaan dgn tugas bimbingan batin dan pengetahuan Ladunny.
Syaikh Abu Yazid Al-Bustomi memberikan pandangannya tentang kewajiban berguru
قَالَ أَبُو يَزِيْدِ البُسْطَامِى مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ الشَّيْطَانُ (وَقَالَ) أَبُو سَعِيْدٍ مُحَمَّدٍ الْخَادَمِى مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ فَيَكُوْنُ مُسَخَّرَةً لِلشَّيْطَانِ(خزينة الأسرار ص 189)
"Abu Yazid Al Bustomi berkata: barang siapa yg tak memiliki guru, maka gurunya adlh syetan. Dan berkata Abu Sa'id Muhammad Al Khodami: barang siapa yg tak memiliki guru maka ia akan di tundukkan oleh syetan."
Didalam Al-quran pun diceritakan bahwa Nabi Musa berguru kepada Nabi Hidir As., hal ni memberikan pelajaran kepada kita tentang pentingnya berguru dgn patuh dan taat atas apa yg diperintahkan oleh guru, sabar dan istiqamah dlm mengikutinya.
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yg benar di antara ilmu-ilmu yg telah diajarkan kepadamu?"(Al-Kahfi 66).
WASILAH dan ROBITOH Sebagaimana halnya masalah mursyid, masalah wasilah dan robitoh dlm suatu tarekat pd waktu melaksanakan zikir dan ibadah menempati posisi penting dan menentukan. Seluruh sufi yg bertarekat pasti bermursyid, berwasilah dan merobitohkan rohaniahnya dlm beramal dan beribadah, Allah SWT. Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yg beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yg mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pd jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maa-idah 35) Dalam Kamus al Munjid dikatakan :
اَلْوَسِيْلَةُ مَا يَتَقَرَّبُ إلىَ الْغَيْرِ
Wasilah adlh sesuatu yg mendekatkan kepada yg lain.
Ibnu Abbas menegaskan :
اَلْوَسِيْلَةُ هِيَ الْقَرَابَةُ
Wasilah adlh suatu pendekatan
Dalam Tafsir Ibnu Katsir II :52-53 pd waktu menafsirkan QS Al Maidah :35 , menyatakan :
اَلْوَسِيْلَة هِيَ الَّتِى يُتَوَصَّلُ بِهَا إلَى تَحْصِيْلِ الْمَقْصُوْدِ
Wasilah itu ialah sesuatu yg menyampaikan kepada maksud
Syekh Sulaiman Zuhdi pd waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35 menyatakan :
اَلْوَسِيْلَةُ عَامٌُ لِكُلِّ مَا يَتَوَصَلُ بِهِ إلَ الْمَقْصُوْدِ وَالنَّبِيُّ صلعم اَقْرَبُ الْوَسَا ئِلِ إلىَ اللهِ تَعَالىَ ثُمَّ تَوَائِبُهُ صلعم مِنَ الْمُسْتَكْمِلِيْنَ الْوَاصِلِيْنَ إلىَ اللهِ تَعَالىَ فِيْ كُلِّ قَرْنٍِ
Pengertian umum dari wasilah adlh sesuatu yg dpt menyampaikan kita kepada suatu maksud / tujuan. Nabi Muhammad SAW adlh wasilah yg paling dekat untk sampai kepada Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yg Kamil Mukammil yg telah sampai kepada Allah SWT yg ada pd tiap-tiap abad / tiap-tiap masa
Dalam ilmu balaghah dikenal istilah Majaz Mursal :
مِنْ إطْلاَقِ الْمَحَلِّ وَإرَادَةِ الْحَال
artinya menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yg dimaksud adlh isinya. Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah, tetapi yg dimaksud sebenarnya adlh Nuurun ala nuurin yg ada pd rohani Rasulullah SAW.
Wasilah itu ialah :
نُوْرٌُ عَلىَ نُوْرٍِ يَهْدِاللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَآءُ
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yg dia kehendaki (QS An-Nur :35).
Wasilah itu telah ditanamkan ke dlm diri rohani Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW yg merupakan sentral penghubung antara Rasulullah SAW dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT. Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah ni di samping menerima Alquran dan As-Sunah. Bahwa Adam pun sebagai bapak manusia berwasilah kepada Nabi Muhammad Saw sebelum lahir, untk diterima taubatnya, karena ia telah melanggar perintah Allah yaitu supaya tak memakan buah khuldi sewaktu ia dgn istrinya berada di surga. Karena melanggar larangan itulah mereka dikeluarkan dari surga. Ia mengakui segala kesalahannya di hadapan Allah.
لَمَّا اقْتَرَفَ اَدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ يَا رَبِّ أَسْئَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ اِلاَّ غَفَرْتَ لِى فَقَالَ الله ُتَعَالَى يَا اَدَمَ كَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ اَخْلُقْهُ قَالَ يَا رَبِّ لَمَّا خَلَقْتَنِى رَفَعْتُ رَأْسِى فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْباً لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَعْلِمْتُ اَنَّكَ لَمْ تَضِفْ اِلَى اَسْمَائِكَ اِلاَّ اَحَبُّ الْخَلْقِ اِلَيْكَ فَقَالَ الله ُتَعَالَى صَدَقْتَ يَا اَدَمَ اِنَّهُ َلاَحَبُّ الْخَلْقِ اِلَيَّ وَاِذَا سَئَلْتَنِى بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتَكَ فَهُوَ اَخِرُ اْلاَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِيَتِكَ
Tatkala nabi Adam mengakui kesalahannya, dia berkata Wahai Tuhan, saya mohon kepada-Mu bihaqqi (dengan kebenaran) Muhammad Saw, ampunilah dosaku!. Allah berfirman, Adam, bagaimana mungkin anda mengenal Muhammad, padahal ia belum Ku-jadikan? Adam menjawab, Wahai Tuhan, sesungguhnya tatkala Engkau menciptakan aku, kuangkat kepalaku, maka kulihat di atas tiang-tiang Arasy bertulis لا اله الا الله محمد رسول اللهmengertilah aku bahwa Engkau tak menyandarkan sesuatu kepada nama-Mu, melainkan orang yg paling dikasihi makhluk. Allah pun berfirman pula, Benar anda Adam, sesungguhnya Muhammad Saw itu paling kasih sayang kepada-Ku. Apabila anda memohon dgn berkat kebenarannya, maka sesungguhnya Ku-ampuni dosamu. Dan kalaulah tak karena Muhammad, tidaklah Ku-jadikan anda dan dia adlh nabi yg terakhir dari keturunanmu. (HR. al Baihaqi, al Hakim dan at Thabrani)
Khalifah Umar bin Khattab pernah meminta hujan kepada Allah melalui paman Rasul, Abbas bin Abdul Muththalib. Dalam bertawassul, khalifah Umar mengatakan:
اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا ، قَالَ: فَيُسْقَوْنَ
Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu melalui Nabi kami lantas Engkau beri kami hujan. Sekarang kami bertawassul kepada-Mu melalui paman Nabi kami maka beri kami hujan. Dan (perawi) berkata: maka mereka diberi hujan. (HR. Bukhari 2/27)
Suatu saat seorang lelaki telah beberapa kali mendatangi khalifah Usman bin Affan agar memenuhi hajatnya. Saat itu, Utsman tak menanggapi kedatangannya dan tak pula memperhatikan hajatnya. Lalu lelaki itu pergi dan ditengah jalan bertemu Utsman bin Hunaif dan mengeluhkan hal yg dihadapinya kepadanya. Mendengar hal itu lantas Usman bin Hunaif mengatakan kepadanya:Ambillah bejana dan berwudhulah. Kemudian pergilah ke masjid (Nabi) dan shalatlah dua rakaat. Seusainya maka katakanlah:
اللهم إني أسألك و أتوجه إليك بنبينا محمد نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلي ربي فتقضي لي حاجتي
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dgn (perantaraan) Nabi kami Muhammad, Nabi pembawa Rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadapkan wajahku kepadamu untk memohon kepada Tuhanku. Maka kabulkanlah hajatku .... [HR. Ahmad ( 4/138), at-Tirmidzi (5/569), Ibnu Majah (1/441), Al Hakim dlm Al Mustadrak (1/313) dia mengatakan hadis ni sanadnya sahih, dan disepakati oleh adz Dzahaby)
Mayoritas Ahli Fiqh (Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanafiyyah yg akhir, dan Hanabilah) membolehkan tawassul dg nabi saw, baik saat beliau hidup maupun sesudah beliau wafat. Al Qashtalani meriwayatkan bahwa Imam Malik membolehkan juga, ketika ditanya kemana menghadap saat berdo’a, ke kiblat / ke kubur Rasulullah SAW? Maka Imam Malik menjawab:
وَلِمَ تَصْرِفْ وَجْهَك عَنْهُ وَهُوَ وَسِيلَتُك وَوَسِيلَةُ أَبِيك آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَل يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ بَل اسْتَقْبِلْهُ وَاسْتَشْفِعْ بِهِ فَيُشَفِّعُهُ اللَّهُ
Mengapa (harus) engkau palingkan wajahmu darinya, sedangkan dia adlh wasilahmu dan wasilah Adam bapakmu kepada Allah SWT pd hari kiamat? Akan tetapi menghadaplah kepadanya (kubur Nabi), dan mintalah dengannya (wasilah nabi saw, yakni wasilah kecintaan kepada nabi saw) maka Allah akan menolong engkau. Dan Imam Nawawi jg berpandangan seperti ini.
Tawassul Kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala Dengan Doa Orang yg Shalih Yang Masih Hidup.
Jika seorang Muslim menghadapi kesulitan / tertimpa musibah besar, tapi ia menyadari kekurangan-kekurangan dirinya dihadapan Allah subhanahu wa ta’ala, sedang ia ingin mendapatkan sebab yg kuat kepada Allah, lalu ia pergi kepada orang yg diyakinim keshalihan dan ketakwaannya, / memiliki keutamaan dan penmgetahuan tentang al-Qur’an serta as-Sunnah, kemudian ia meminta kepada orang shalih itu agar mendoakan dirinya kepada Allah supaya ia dibebaskan dari kesedihan dan kesusahan, maka cara demikian ni termasuk tawassul yg dibolehkan, seperti :
P e r t a m a , hadits yg diriwayatkan oleh Anas bin Malik radlyallhu’anhu :
صحيح البخاري ٩٥٨: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَاإِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ جُمُعَةٍ مِنْ بَابٍ كَانَ نَحْوَ دَارِالْقَضَاءِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُفَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا ثُمَّ قَالَ يَارَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعْتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَيُغِيثُنَا فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَاللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا قَالَ أَنَسٌ وَلَا وَاللَّهِ مَانَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةً وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍمِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُالتُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ فَلَاوَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِفِي الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُفَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُوَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا عَنَّا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُاللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَاعَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِالشَّجَرِ قَالَ فَأَقْلَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي فِي الشَّمْسِ قَالَ شَرِيكٌ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ أَهُوَ الرَّجُلُ الْأَوَّلُ فَقَالَ مَاأَدْرِي
Shahih Bukhari 958: dari Anas bin Malik bahwa ada seorang memasuki masjid pd hari Jum'at dari pintu yg menghadap Darul Qadla' (rumah 'Umar bin Al Khaththab). Saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang berdiri menyampaikan khutbah, orang itu lalu berdiri menghadap Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda telah habis dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan buat kami!" Anas bin Malik berkata, "Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: "Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan." Anas bin Malik melanjutkan, "Demi Allah, sebelum itu kami tak melihat sedikitpun awan baik yg tebal maupun yg tipis. Juga tak ada antara tempat kami dan bukit itu rumah / bangunan satupun. Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun menyebar lalu turunlah hujan." Anas bin Malik berkata, "Demi Allah, sungguh kami tak melihat matahari selama enam hari. Kemudian pd Jum'at berikutnya, ada seorang laki-laki masuk kembali dari pintu yg sama sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang beridiri menyampaikan khutbahnya. Orang itu lalu berdiri menghadap beliau seraya berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan pun terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menahan hujan dari kami!" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: "Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan membahayakan kami. Ya Allah turunkanlah di atas bukit-bukit, dataran tinggi, jurang-jurang yg dlm serta pd tempat-tempat tumbuhnya pepohonan." Anas bin Malik berkata, "Maka hujan pun berhenti. Lalu kami keluar berjalan-jalan di bawah sinar matahari." Syarik berkata, "Aku bertanya kepada Anas bin Malik, 'Apakah laki-laki tadi jg laki-laki yg pertama? ' Dia menjawab, 'Aku tak tahu'."
K e d u a , hadits yg diriwayatkan oleh Anas bin Malik radlyallahu’anhu:
صحيح البخاري ٩٥٤: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَامُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُالْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍأَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَاللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَبِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
Shahih Bukhari 954: dari Anas bin Malik bahwa 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu ketika kaum muslimin tertimpa musibah, ia meminta hujan dgn berwasilah kepada 'Abbas bin 'Abdul Muththalib seraya berdo'a, "Ya Allah, kami meminta hujan kepada-Mu dgn perantaraan Nabi kami, kemudian Engkau menurunkan hujan kepada kami. Maka sekarang kami memohon kepada-Mu dgn perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untk kami." Anas berkata, "Mereka pun kemudian mendapatkan hujan."
Seorang mukmin dpt pula minta didoakan oleh saudaranya untuknya seperti ucapannya, Berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan kesemalatan bagiku / memenuhi permintaanku . Dan yg serupa dgn itu . Sebagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam meminta kepada seluruh umatnya untk mendoakan beliau, seperti bershalawat kepada beliau setelah azan / memohon kepada Allah agar beliau diberikan wasilah, keutamaan dan kedudukan yg terpuji yg telah dijanjikan oleh-Nya. Sebagaimana hadits sebagai berikut :
سنن أبي داوود ٤٣٩: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ابْنُوَهْبٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ وَحَيْوَةَ وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ عَنْكَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِبْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْالْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّىعَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ عَزَّوَجَلَّ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍمِنْ عِبَادِ اللَّهِ تَعَالَى وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ اللَّهَلِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ
Sunan Abu Daud 439: dari Abdullah bin Amru bin Al-'Ash, bahwasanya dia pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti apa yg diucapkannya kemudian bacalah shalawat untukku, karena sesungguhnya orang yg membaca shalawat sekali untukku, maka Allah akan menganugerahkan sepuluh shalawat (rahmat) kepadanya, lalu mohonlah kepada Allah Azza wa Jalla Washilah (kedudukan yg tinggi) untukku. Karena washilah itu suatu kedudukan yg tinggi dlm surga, yg tak pantas kecuali bagi seseorang di antara hamba hamba Allah Ta'ala, dan saya berharap semoga sayalah yg akan menempatinya. Barangsiapa yg memohonkan wasilah kepada Allah untukku, niscaya dia akan mendapat syafaat. Doa yg dimaksud adlh doa sesudah azan yg diajarkan oleh Nabi
صحيح البخاري ٥٧٩: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ قَالَ حَدَّثَنَاشُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِعَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَيَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِآتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِيوَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Bukhari 579: dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berdo'a setelah mendengar adzan: ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA'IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH (Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yg sempurna ini, dan Pemilik shalat yg akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pd kedudukan yg terpuji sebagaimana Engkau telah jannjikan) '. Maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pd hari kiamat."
Sesungguhnya masih banyak lagi dalil-dalil al Qur’an maupun al Hadits ataupun perbuatan para sahabat yg melaksanakan amalan, do’a dgn berwasilah. Kiranya kuranglah bijaksana kalau kita paparkan satu demi satu karena amat banyak dan panjangnya dlm buku yg amat terbatas ini. Kiranya cukup jelas dan gamblang sekali dalil-dalil, alasan-alasan tersebut untk membatalkan anggapan kalangan orang-orang yg melarang berwasilah secara mutlak, baik berwasilah kepada orang hidup maupun berwasilah kepada orang yg sudah mati. Dengan demikian batal pulalah anggapan kalangan orang-orang yg melarang berwasilah kepada selain Rasulullah Saw. Perbuatan dan ucapan para sahabat, khulafaurrosyidin menjadi hujjah dlm masalah hukum agama dan keagamaan. Sabda Rasulullah Saw:
اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ فَاِنَّهُمَا حَبْلُ اللهِ الْمَمْدُوْدُ مَنْ تَمَسَّكَ بِهِمَا فَقَدْ تَمَسَّكَ بِالْعَرْوَةِ الْوثْقَى لانْفِصَامَ لَهَا Ikutilah oleh kamu dua orang sesudahku Abu Bakar dan Umar. Sesungguhnya kedua orang tersebut adlh tali Allah yg dipanjangkan. Barang siapa yg berpegang teguh kepada keduanya, niscaya dia berpegang teguh kepada tali yg kuat yg tak akan terputus. (HR. Thabrani)
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ
Hendaklah kamu ikuti sunahku dan sunah khulafaurrosyidin yg selalu mendapat hidayah dari Allah. (al Hadits) Berwasilah (Tawassul) yg dilarang
Tawassul dgn hak makhluk Tawassul ni pun tak dibolehkan, karena dua alasan : P e r t a m a , bahwa Allah subhanahu wa ta’ala, tak wajib memenuhi hak atas seseorang, tetapi justeru sebaliknya Allah lah yg menganugerahi hak tersebut kepada makhluk-Nya. Sebagaimana firmannya : اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ هَلْ مِنشُرَكَائِكُم مَّن يَفْعَلُ مِن ذَلِكُم مِّن شَيْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّايُشْرِكُونَ Allah-lah yg mencipt
other source : http://wiyonggoputih.blogspot.com, http://cnn.com, http://flickr.com
0 Response to "Penjelasan Tentang Mursyid & Tawassul"
Posting Komentar